Kamis, 02 Agustus 2012

Bukan Bangsa Pekerja Keras




            Bangsa ini (dalam tanda kutip “Indonesia”), bukanlah bangsa yang mempunyai etos “kerja keras.” Silahkan anda bisa tafsirkan sendiri apa maknanya, tapi jika butuh bantuan, silahkan pilih pilihan yang ada di dalam kurung berikut (Malas, Males, Kedul, Lazy, and any more)? Jadi bangsa ini adalah bangsa yang... Tapi-tapi bukankah kita sendiri juga termasuk salah satu bagian dari bangsa ini? Itu artinya kita pun termasuk orang yang ... juga dong? Grrr!#*$ “Kurang asem!” Eits, tahan emo plus ego anda? Jangan dulu terprovokasi atau tersinggung dengan pernyataan yang berbau sindiran tadi diatas. Tahan nafas anda, hembuskanlah perlahan. Tarik nafas kembali, tahan beberapa detik dan hembuskan secara perlahan-lahan. “Lho kok?”

Nah sekarang cobalah untuk memasang telinga kiri dan kanan anda baik-baik, dengarkanlah pembicaraan dari mereka yang nota bene adalah pegawai. Bentar-bentar, Ini bukan tutorial agar anda menjadi tukang nguping cap jempol kaki ya, sama sekali bukan. Tapi sebuah langkah riset sederhana, agar anda mengetahui realita kehidupan ini sesungguhnya. Dengarkanlah curhatan mereka. Mau itu dari mereka yang berlabel pegawai negeri, pegawai bukan negeri, swasta, kontrak, outsourching, atau pegawai apapun itu. Terserah anda, pokoke dari pegawai aja. Dengarkanlah baik-baik, dan suatu saat anda pasti akan mendengar beraneka macam keluhan yang meluap dari perkataan mereka. Tentunya keluhan seputar kehidupan pekerjaan mereka. Ada yang mengeluhkan gaji yang tak kunjung meningkat, tak pernah di promosikan naik jabatan, kelakuan atasan maupun rekan kerja yang memuakkan, hingga akhirnya bermuara pada kata “Ah, hoream gawe teh euy, capek!” Lho. “Lantas apa yang bisa anda pelajari dari hal tersebut?”
Keluhan pertanda ada sesuatu hal yang tidak beres. Apakah anda pernah mengeluh? Jikalau belum pernah, WoOoOoOoW luar biasa, super sekali! Namun bukan itu permasalahannya. Kita kembali ke laptop, eh maksut ne ke pokok pembicaraan tulisan ini. “Bukan Bangsa Pekerja Keras.” Jika anda memiliki rekan yang bekerja sebagai seorang operator produksi di sebuah pabrik, coba tanyakan seberapa banyak (Quantity) jumlah barang yang di reject dalam satu hari kerja. Jika terlalu singkat, taro lah dalam kurun satu bulan. Berapa banyak? Berpindah kepada mereka yang pekerja kantoran, berapa banyak aplikasi (project) yang bisa diselesaikan dalam waktu tiga hari kerja. Dari jawaban itu, kemudian ambil sebuah konklusi. Apa kesimpulan anda?
Tingginya jumlah barang yang di reject, sehingga membuat pekerjanya harus lembur setiap hari. Atau lambatnya penanganan suatu aplikasi project, hingga memakan waktu berminggu-minggu, itu mengindikasikan sebuah hal. “Kita ini malas!” Malas untuk bekerja keras, apalagi menghasilkan cipta karya yang berkualitas. Penginnya kerja senyaman dan sesantai mungkin, dengan penghasilan setinggi mungkin. “Mungkinkah?” Anda bisa setuju ataupun tidak, silahkan saja. Ini bukan sebuah dogma, yang kudu di telan mentah-mentah. Hanya sebuah obrolan ringan semata tentang perilaku kita dan lingkungan kita. Tentang kelakuan penghuni negeri ini, dimana kita hidup dan menjalani kehidupan bersama mereka.
Sejenak mari kita telaah tingginya angka pengangguran intelektual di negeri ini, itu salah siapa ya? Apakah perusahaan demi perusahaan yang bejibun di negeri ini sudah penuh pekerja, sehingga tidak ada lowongan pekerjaan lagi yang tersisa? Atau kejomplangan antara dunia kampus dengan dunia kerja begitu kentara, sehingga fresh graduate tak lagi qualified? Bagaimana dengan berwiraswasta? “Ah tak punya modal!” “Masa capek-capek kuliah mau jadi pengusaha? Gak ada tuh pengusaha sukses lulusan kampus!” Atau malu oleh tetangga sebelah? “Weleh-weleh!”
Bangun tidur, terus ngopi sambil menghisap asap tembakau. Buka facebook, twitter and many other, up date status dulu. Phone or bbm sang terkasih, “Hai beb, udah bangun belom?” Wueekk...
Muda foya-foya.
Tua kaya-raya.
Mati masuk ....ka.
Dan akhirnya kita bisa bersenandung ria, yuk kita nyanyikan bersama-sama: “Inilah Indonesia Raya!?” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar