Rabu, 11 Juli 2012

Korupsi, Hobi atau Penyakit?



Semenjak orde baru digulingkan hingga berganti masa reformasi, kasus korupsi selalu menjadi headline dan topik utama pemberitaan berbagai media massa. Rezim orde baru tumbang karena korupsi yang hingga pada akhir kejayaannya begitu mengakar dan menggurita dalam kehidupan pemerintahannya. Hingga dewasa ini, hal tersebut tak bosan-bosannya untuk dituangkan ke muka publik. Sepertinya acara berita bakal lesu penonton, jika tidak menghadirkan isu laten dan kolosal (#baca korupsi) barang satu segmen pun. Dan yang terbaru tentu saja masih berkutat (lagi-lagi) dengan korupsi. Proyek Hambalang dan pengadaan Al-Qur’an menjadi trending topic.
Korupsi secara sederhana adalah penyelewengan atau penyalahgunaan hak (yang paling familiar biasanya berupa mengkorupsi uang) untuk keuntungan diri sendiri ataupun orang lain. Hak disini tentunya bukan punya si empunya, dalam artian seseorang yang melakukan korupsi adalah mereka yang diberikan wewenang atas suatu hal namun menggunakan wewenangnya tersebut untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri. Korupsi sendiri adalah tindakan yang merusak, baik itu merusak diri sendiri maupun merusak sistem yang berimbas kepada orang banyak (walau efeknya tidak langsung terasa). Itu kenapa orang yang melakukan korupsi (koruptor) selalu diberi label bermental korup, karena mental mereka rusak sehingga abai dalam menjalankan wewenang.
Membicarakan korupsi tidak akan pernah ada habisnya, karena pelaku, perilaku dan akibatnya tak pernah susut. Selalu menumbuhkan kecambah baru, tumbuh, mengakar dan kemudian berkembang biak kembali. Ibaratkan sebuah penyakit, ia tak kunjung sembuh. Apabila dikatakan sebagai hobi, pun begitu adanya, karena setiap hari peminatnya selalu membludak dengan animo tinggi. Lantas mana kategori yang paling ideal?
Penyakit atau Hobi  
Kita semua tentu pernah mengalami sakit, baik itu karena penyakit kambuhan atau tertular dari rekan maupun efek wabah yang menjangkiti. Untuk sakit akibat tertular, pasti segera diupayakan penyembuhannya dengan berobat dan memakan obat yang tepat. Bagaimana halnya dengan sakit kambuhan, penyakit bawaan yang turun temurun beserta gen yang dibawa dari leluhur kita seperti asma, diabetes dkk? Jawabnya tentu saja kita ingin mengobatinya pula hingga tuntas, agar tak melulu merongrong kesehatan. Bahkan ingin penyakit itu lenyap selama-lamanya.
Sementara hobi, merupakan aktivitas yang getol kita lakukan karena kita merasa terbebas dari beban kehidupan ketika bersinggungan dengannya. Penulis sendiri menyukai dan rajin bermain sepak bola. Karena saat berada di atas lapangan, berlari, mengejar lawan dan menendang bola, perasaan ini begitu bebas. Lepas, mengalir mengikuti irama yang ada tanpa terusik hiruk pikuk kehidupan yang cenderung memusingkan.
 “Bagaimana halnya dengan mereka, para koruptor?” Mereka itu tiada mampu membedakan mana hak miliknya dan mana hak orang lain. Mengambil sana-sini. Mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya tanpa peduli nasib orang di kiri-kanan. Katanya mereka itu sedang sakit. Sakit jiwanya. Mentalnya korup (rusak & busuk). Namun tiada obat yang ampuh untuk mengobati penyakit itu. Ketika seorang koruptor berhasil di kerangkeng di jeruji besi, tabiat buruknya (#memang) hilang untuk sementara waktu. Namun kembali kambuh pasca keluar dari hotel prodeo tersebut.
“Bagaimana pula dengan kelakuan mereka yang hobi korupsi di sana-sini?” Meskipun dalam suatu persidangan alat-alat bukti yang ada berhasil membuat telunjuk hakim menunjuk dan menyatakan bersalah, namun mereka tak goyah. Membela diri dan sebaliknya malah bersemangat untuk mengalihkan tuduhan kepada pihak lain. Sambil sibuk memperdaya hakim tuk mengusut pihak lain yang belum tentu korupsi berjamaah, mereka malah sibuk mengurus proyek baru yang nampaknya beraroma korupsi pula.
Lantas jikalau sudah seperti ini, korupsi itu penyakit atau hobi ya? Atau kedua-duanya? Bagaimana dengan diri kita sendiri? Sudahkah menyingkir dari kehidupan yang korup? Bagaimana halnya dengan Iman kita? Apakah masih utuh dan tidak terkorupsi? Wallahu A’lam.
#reflected

Tidak ada komentar:

Posting Komentar